Sengkang merupakan salah satu kota
kecil yang ada di Sulawesi Selatan dan menjadi ibukota kabupaten dari Kab.Wajo.
sengkang terletak ±210 km dari ibukota provinsi Sulawesi selatan yakni
kota Makassar. Kota Sengkang berada di antara 3039’ – 4016’
Lintang Selatan dan 119053’ – 120027’ Bujur Timur dan Luas wilayah kota
Sengkang secara keseluruhan adalah 38,27 km2. Sengkang merupakan salah satu
kelurahan yang ada di kacamatan tempe dan kecamatan tempe ini terdiri dari 16
kelurahan yang di dalamnya terdapat kelurahan siengkang.
Arti kata Sengkang berasal dari kata
bugis yaitu siengkang dan bila kita mengartikannya dalam bahasa Indonesia
berarti persinggahan atau kedatangan. Jadi dulu kota Sengkang itu adalah tempat
persigahan bagi orang pendatang atau tourist yang hendak menuju ke danau tempe
mereka singgah untuk beristirahat sejanak melepas lelah dari perjalanan yang
jauh. Dan banyak pula orang yang mengartikan kata Sengkang itu dengan berbagai
hal-hal yang entah kebenarannya.
Di balik kota kecil ini tersimpanlah
kekayaan alam yang sangat menakjubkan yakni adanya danau tempe yang merupakan
salah satu danau terbesar yang ada di Indonesia bahkan danau tempe menduduki
peringkat kedua sebagai danau terbesar di Indonesia setelah danau toba.
Sementara itu Danau tempe dikenal sebagai penghasil ikan tawar, juga telah
menjadi kawasan wisata. Danau tempe terbentang laksana cermin raksasa di sisi
barat ibu kota Kab. Wajo yaitu sengkang.
Danau ini memiliki pesona alam yang
elok dan unik. Perkampungan nelayan primitip bernuansa Bugis berbanjar
sepanjang tepian danau. Rutimitar keseharian dan aktifitas masyarakat
nelayan penangkap ikan yang berlatar belakang rumah-rumah terapung
memiliki ciri khas kehidupan dipermukaan danau.
Dikala senja apalagi disaat bulan
purnama cukup mengasikkan. Satwa burung beraneka ragam yang bisa dikomsumsi
sebagai pangan ikan. Setiap mata memandang, sekeliling Danau Tempe terdapat
satwa burung, binatang reptil seperti biawak bersisik (Salipui Inzar) kelihatan
disana. Selainnya, kadang ada buaya muncul. Bunga-bunga beragam jenis, rumput
air serta aktifitas pertanian/perlandangan rakyat pinggiran danau merupakan
pemandangan elok dan menarik sekali.
Setiap tahun masyarakat nelayan
menggelar pesta “Maccera Teppareng” sebagai pernyataan kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas hasil yang telah diperoleh dari Danau tempe. Pesta ritual nelayan
ditepi danau itu telah dimasukkan kedalam “of even parawisata Sulsel”
digelarkan samaan dengan pelaksanaan vestifal Danau tempe setiap Agustus tambah
menarik disertai berbagai atraksi seni dan budaya masyarakat Wajo.
Selain kekayaan alam Sengkang juga
memiliki suatu ciri khas yakni sebagai kota penghasil sutra dan Sengkang juga
di juluki sebagai kota sutra. Di sengkang tepatnya di daerah sempange
terdapatlah banyak usaha rumahan yang membuat kain sutra. Mereka hanya
mengandalkan alat tenun yang masih manual. Sengkang juga di beri gelar sebagai
kota santri karena di Sengkang telah banyak lahir ulama-ulama dari pondok
pesantren as’adiyah yang di mana pondon pesantern tersebut di dirikan oleh
salah satu Anre gurutta As’Ad.
Dibalik pesona dan keindahan alam
yang di sajikan oleh kabupaten wajo ini, kabupaten wajo juga memiliki sejarah
yang cukup bagus untuk di baca dan dipelajari.dalam bukunya "wajo abad
XV-XVI", Prof. Dr. Mr. Andi Zainal Abidin, mengatakan terbentuknya
kerajaan wajo adalah atas kesepakatan dari tiga kelompok (limpo) yaitu
"lipu tellu - kajurue" seperti di ketahui bahwa ketika orang-orang
cinnotabi di bawah raja La Tenritau, latenri pekka dan la matareng dan tiga
orang "matoa" menetap di boli mereka membuat sawah dan ladang
serta menangkap ikan. mereka juga membagi siri kedalam tiga tempat. daerah di
mana la tenritau berdiam bersama dengan pengikutnya di namakan majauleng ,
sedangkan yang dipilih la tenripekka di namakan sabbangparu, sedangkan yang di
tempati la matareng di namakan takkalla.ketiga negeri tersebut tergabung
dalam kelompok "lipu" tellu kajurue berkumpul di bawah pahon
kayu"bajo" untuk membicarakan masalah pengangkatan seorang raja yang
akan memerintah negeri gabungan mereka, serta membuat suatu perjanjian
pemerintahan yang akan mengatur hubungan kekuasaan antara raja pejabat kerajaan
serta hak-hak kebebasan rakyat berdasarkan "ade" assiturusang yaitu
adat dan rakyat ketentuaan tersebut di kenal dengan nama adat besar raja
raja diliputi tellu kajurue. Dari hasil musyawarah diangkatlah La Tenri bali
sebagai raja pertama wajo dan di beri gelar "BATARA WAJO". setelah
memerintah selama kurang lebih 10 tahun La Tenri Bali meninggal dunia. Kemudian
digantikan oleh La Mataesso sebagai raja wajo ke dua yang beri gelar
"BATARA WAJO II" yang menggantikan ayahnya. Setelah La Mataesso
meninggal ia di gantikan oleh putranya yang bernama La Pateddungi to
Samallangisebagai raja wajo ke tiga yang beri gelar "BATARA WAJO III"
namun kepemimpinanna ini tidak di sukai oleh masyrakat wajo. Oleh karena itu ia
di pecat sebagai raja wajo, dalam pelariannya ia meninggal dunia di tangan
sepupunya sendiri. Sejak terbunuhnya Pateddungi to Samallangi tidak ada
lagi raja di wajo. yang menggantikan raja-raja di wajo adalah "Arung"
yang menjadi pemimpin masyarakat wajo.
Di kutip dari :
“ http://mabagi.blogspot.com/2012/08/arti-kata-sengkang_29.html”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar